• Welcome

    SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI PUSAT INFORMASI DAN DISKUSI

    Selamat Datang di Virtual Study Dosenmuda.org

    Sunday 12 March 2017

    BAB 6 PRAKTEK BISNIS YANG DIPERBOLEHKAN DALAM ISLAM (M. Taufiq Abadi MM)

    BAB 6
    PRAKTEK BISNIS YANG DIPERBOLEHKAN DALAM ISLAM
    (M. Taufiq Abadi MM)

    A. Konsep Bisnis yang Islami
    Segala sesuatu pada asalnya adalah mubah, dan tidak ada yang haram kecuali apa yang disebutkan oleh nash yang shahih dan tegas dari Pembuat Syari’at yang mengharamkannya. Dalam kaidah fikih dijelaskan “Al-aslu fil mu’amalah al-ibaahah illa an yadulla daliilun ‘ala tahriimiha” yang berarti hukum asal dalam muamalah adalah kebolehan sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya.[1]
    Apabila terdapat nash yang shahih, seperti sebagian hadits yang dhaif atau tidak tegas penunjukkannya kepada yang haram, maka tetaplah sesuatu itu pada hukum asalnya, yaitu mubah. Salah satu dasar yang mendukung prinsip ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al Hakim dan Al Bazzar dimana Rasulullah saw bersabda :
    “Apa yang dihalalkan Allah di dalam kitab-Nya adalah halal, dan apa yang di haramkan-Nya adalah haram, sedang apa yang didiamkanNya adalah dimaafkan (diperkenankan). Oleh karena itu terimalah perkenan dari Allah itu, karena sesungguhnay Allah tidak akan pernah lupa sama sekali” [2]
    Perubahan dan perkembangan yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun sangat menarik untuk dikritisi. Praktek atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya, menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak menanggalkan nilai-nilai atau etika ke-Islaman, terutama dalam dunia bisnis.[3]
    Padahal secara tegas Rasulullah pernah bersabda bahwa perdagangan (bisnis) adalah suatu lahan yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan demikian, aktivitas perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling memberikan keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis yang seharusnya dilakukan setiap manusia, menurut ajaran Islam, telah ditentukan batasan-batasannya. Oleh karena itu, Islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan bisnis yang dilarang (haram).[4]
    Dalam menjelaskan aturan-aturan moral Islam, sangat penting bagi kita untuk memahami bahwa tindakan-tindakan dapat dikategorikan menurut tingkat yang halal ataupun yang tidak halal. Dalam fiqh, terdapat 5 jenis tindakan sebagai berikut:
    1. Fard/Wajib, menunjukan jenis tindakan yang bersifat wajib bagi setiap orang yang mengaku sebagai Muslim. Misalnya, melaksanakan shalat lima kali sehari, berpusa, dan zakat adalah sejumlah tindakan wajib yang harus dilaksanakan seorang muslim.
    2. Mustahabb/Sunnah, menunjukan tindakan yang tidak bersifat wajib namun sangat dianjurkan bagi kaum Muslim. Contoh tindakan ini mencakup puasa sunnah setelah Ramadhan, melaksanakan sholat tarawih di bulan ramadhan dan lain sebagainya.
    3. Mubah, menunjukan tindakan yang boleh dilakukan dalam pengertian tidak diwajibkan namun juga tidak dilarang. Sebagai contoh, Seorang muslim barangkali menyukai jenis makanan halal tertentu dibidang makanan halal yang lain, Atau seorang muslim mungkin suka berkebun.
    4. Makruh, menunjukkan tindakan yang tidak sepenuhnya dilarang, namun dibenci oleh Allah. Tingkatan makruh lebih kurang dibandingharam, dan hukumannya jika lebih kurang dibanding hukuman haram, kecuali jika dilakukan secara berlebihan dan dengan cara yang cenderung membawa kepada yang haram. Sebagai contoh, meskipun merokok tidak dilarang sebagaimana meminum alkohol, merokok merupakan tindakan makruh.
    5. Haram, menunjukan tindakan yang berdosa dan dilarang. Berbuat sesuatu yang haram adalah sebuah dosa besar, misalnya membunuh, berzina dan meminum alkohol. Tindakan seperti ini cenderung akan mendatangkan hukuman dari Allah SWT baik di Akherat maupun secara legal di dunia ini.
    Dalam memetakan perilaku etis seseorang, sangatlah penting bagi kaum muslim baik untuk menghindari hal-hal yang tidak halal dan juga untuk menghindari hal-hal yang tidak halal menjadi sesuatu yang halal. Allah SWT berfirman:
    Katakanlah: Terangkanlah kepadaku mengenai rezeki yang diturunkan Allah SWT kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagaian halal. Katakanlah: Apakah Allah SWT telah memberikan izin kepadamu mengenai hal ini ataukah kamu mengada-adakan saja terhadap Allah SWT (QS. Yunus (10);59)[5]
    Hal yang sebaliknya juga berlaku sama. Kaum muslim tidak boleh mengharamkan apa yang menurut Allah SWT halal. Sebagai contoh, kerbau barangkali merupakan spesies yang mulai langka. Seseorang mungkin akan berhenti memburunya agar spesies ini berkembang kembali, namun ia tidak dapat menyatakan bahwa memakan daging kerbau atau memperdagangkan kulit kerbau adalah dilarang.
    Tabel 1.
    Prinsip-prinsip Islam mengenai Halal dan Haram
    1. Prinsip dasarnya adalah diperbolehkan segala sesuatu.
    2. Untuk membuat absah dan melarang adalah hak Allah semata.
    3. Melarang yang Halal dan membolehkan yang Haram sama dengan syirik.
    4. Larangan atas segala sesuatu didasarkan atas sifat najis dan melukai.
    5. Apa yang halal adalah yang diperbolehkan, dan yang Haram adalah yang dilarang.
    6. Apa yang mendorong pada yang haram adalah juga haram.
    7. Menganggap yang haram sebagai halal adalah dilarang.
    8. Niat yang baik tidak membuat yang haram bisa diterima.
    9. Hal-hal yang meragukan sebaiknya dihindari.
    10. Yang haram terlarang bagi siapapun.
    11. Keharusan menentukan adanya pengecualian.
    B. Panduan Rasulullah dalam Etika Berbisnis dan Kriteria Bisnis yang Diperbolehkan
    Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:
    1. Bahwa Prinsip Esensial dalam Bisnis adalah Kejujuran
    Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:
    “Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim).
    Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
    2. Kesadaran Tentang Signifikansi Sosial Kegiatan Bisnis
    Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.
    3. Tidak Melakukan Sumpah Palsu
    Nabi Muhammad SAW sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda:
    “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah” . Dalam hadis riwayat Abu Zar,Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).
    Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.
    4. Ramah-tamah.
    Seorang pelaku bisnis, harus bersikap ramah dalam melakukan bisnis. Nabi Muhammad Saw mengatakan,
    Allah merahmati seseorang yang ramah dan toleran dalam berbisnis” (H.R. Bukhari dan Tarmizi).
    5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.
    Sabda Nabi Muhammad, “ Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli) .
    6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya.
    Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).
    7. Tidak melakukan ihtikar.
    Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.
    8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar.
    Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi ” (QS. 83: 112).
    9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah.
    Firman Allah, “ Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang ”.
    10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan.
    Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.
    11. Tidak monopoli.
    Salah satu keburukan sistem ekonomi kapitalis ialah melegitimasi monopoli dan oligopoli. Contoh yang sederhana adalah eksploitasi (penguasaan) individu tertentu atas hak milik sosial, seperti air, udara dan tanah dan kandungan isinya seperti barang tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain. Ini dilarang dalam Islam.
    12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.
    Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.
    13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram, seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb.
    Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung”(H.R. Jabir).
    14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan.
    Firman Allah, “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu ” (QS. 4: 29).
    15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya.
    Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “ Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).
    16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar.
    Sabda Nabi Saw, “ Barang siapa yang menangguhkan orang yang kesulitan membayar hutang atau membebaskannya, Allah akan memberinya naungan di bawah naunganNya pada hari yang tak ada naungan kecuali naungan-Nya ” (H.R. Muslim).
    17. Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba.
    Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah:: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. 2: 275).
    C. Contoh Praktik Bisnis yang dibolehkan dalam Islam
    Banyak sekali contoh bisnis yang diperbolehkan dalam Islam, selama bisnis itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Berikut beberapa contoh bisnis yang diperbolehkan dalam Islam :
    1. Berdagang atau jual beli[6]
    Jual beli merupakan sesuatu yang diperbolehkan dalam Islam. Dalam sebuah ayat Allah SWT berfirman, "...Allah telah menghalalkan jualbeli..." (QS 2:275)[7]. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasullah pernah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki adalah melalui pintu berdagang (al-hadits). Ini artinya aktivitas dagang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Melalui jalan inilah, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar dari padanya.
    Namun perlu disadari bahwa jualbeli yang dihalalkan oleh Allah yaitu yang dilakukan sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Hukum asal mu'amalah itu adalah al-ibaahah (boleh) selama tidak ada dalil yang melarangnya. Meski demikian, bukan berarti tidak ada rambu-rambu yang mengaturnya. Ada perangkat atau ketentuan tertentu yang harus dipenuhi olehs setiap orang yang hendak melakukan aktifitas jual beli.
    Islam menggariskan beberapa adab untuk diamalkan ketika berniaga. Adab ini bertujuan untuk menghindari kesalah pahaman dan penipuan dalam berdagang. Diantara adab-adab tersebut antara lain:
    a. Amanah, artinya penjual dan pembeli sama-sama bersikap jujur. Mislakan penjual tidak boleh mencampur buah-buahan yang lama dangan yang baru dan menjualnya dengan harga yang sama. Demikian juga pembeli harus bersikap jujur jika ada kelebihan pengembalian uang.
    b. Ihsan, yang dimaksud ihsan adalah menjalankan perdagangan dengan memepertimbangkan aspek kemaslahatan dan keberkahan dari Allah SWT, selain mendapat keuntungan.
    c. Bekerjasama, Penjual dan pembeli hendaklah bermusyawarah sekiranya timbul masalah yang tidak diinginkan.
    d. Tekun, Perdagangan hendaklah dilakukan dengan tekun dan bersunguh-sungguh agar berkembang maju.
    e. Menjauhi perkara yang haram, Penjual hendaklah menjauhi perkara yang haram selama menjalankan pernigaan. Contohnya menipu dalam timbangan, menjalankan muamalat riba, dan menjual barang yang diharamkan.
    f. Melindungi penjual dan pembeli., Penjual dan pembeli hendaklah saling melindungi hak masing-masing. Contohnya penjual memberikan peluang yang secukupnya kepada pembeli untuk melihat pilihan ketika hendak membeli sesuatu barang.
    2. Bisnis Online[8]
    Dalam wajah lain dikenal dengan istilah bisnis maya pada dasarnya sama seperti bisnis offline. Ada yang halal ada yang haram, ada yang legal ada yang ilegal. Hukum dasar bisnis online sama seperti akad jual beli dan akad as-salam, ini diperbolehkan dalam Islam. Adapun keharaman bisnis online karena beberapa sebab :
    a. Sistemnya haram, seperti money gambling. Judi itu haram baik di darat maupun di udara (online).
    b. Barang dan jasa yang menjadi objek transaksi adalah barang yang diharamkan, seperti narkoba , video porno, online sex, pelanggaran hak cipta, situs–situs yang bisa membawa pengunjung ke dalam perzinahan dan kerisakan.
    c. Karena melanggar perjanjian atau mengandung unsur penipuan.
    d. Dan lainnya yang tidak membawa ke manfaatan tapi justru mengakibatkan kemudharatan.
    Ketika kita terjun ke bisnis online, banyak sekali godaan dan tantangan bagaimana kita harus berbisnis sesuai dengan koridor Islam. Maka dari itu kita harus lebih berhati-hati. Jangan karena ingin mendapat dolar yang banyak lalu menghalalkan segala macam cara.
    Selama kita berbisnis online sesuai dengan prinsip-prinsip Islam dan bermanfaat bagi orang lain, insya Allah uang yang didapatakan berkah.
    DAFTAR PUSTAKA
    Dzajuli, Ahmad. Kaidah-kaidah Fikih Kaidah-kaidah Hukum Islam dan Menyelesaikan Masalah yang Prakti
    Departemen Agama RI, Pedoman Produksi halal “ Proyek Pembinaan Pangan Halal Ditjen Bimas Dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama Ri”, 2003
    Al-Fauzan, Shalih bin Fauzan. JualBeli yang Dilarang dalam Islam.http://raudhatulmuhibbin.blogspot.com. 2008
    Muclich, Etika Bisnis Islam “Landasan Normatif, Filososfis dan Subtansi Implementasi, EKONISIA Kampus Fakultas UII Yogyakarta.2004
    http://3.bp.blogspot.com , diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30
    Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya Jus 1-30. CV. ALWAAH, Semarang, Refisi Terjemah 1993.
    http://www.muslimbusana.com/umum/adab-berdagang-dalam-islam/index.htm diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30
    http://zonaekis.com/pandangan-islam-mengenai-bisnis-di-dunia-maya. diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30


    [1] Ahmad Dzajuli, kaidah-kaidah Fikih Kaidah-kaidah Hukum Islam dan Menyelesaikan Masalah yang Prakti. Hal.10
    [2] Departemen Agama RI, Pedoman Produksi halal “ Proyek Pembinaan Pangan Halal Ditjen Bimas Dan Penyelenggaran Haji Departemen Agama Ri”, 2003 .hal 9
    [3] http://3.bp.blogspot.com , diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30
    [4] Ibid.
    [5] Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya Jus 1-30. CV. ALWAAH, Semarang, Refisi Terjemah 1993. Hal. 315-316
    [6] http://www.muslimbusana.com/umum/adab-berdagang-dalam-islam/index.htm diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30
    [7] Op.Cit. hal 69
    [8] http://zonaekis.com/pandangan-islam-mengenai-bisnis-di-dunia-maya. diakses pada tanggal 01 Mei 2014, jam 10.30


    No comments:

    Post a Comment

    Tentang Dosenmuda.org

    Tentang Kami Bantuan Karir Kontak Kami

    Penghasilan tambahan

    Anda bisa mengajar secara online atau offline (datang ke rumah mahasiswa) dan raih penghasilan jutaan rupiah.

    Ikuti Kami Di

    Dosenmuda.org menyediakan kursus-kursus berkualitas (Massive Open Online Courses) yang dibawakan oleh para instruktur terbaik bangsa di platform berbasis online yang dapat diakses secara GRATIS sampai ke seluruh pelosok Indonesia.