• Welcome

    SELAMAT DATANG DI BLOG RESMI PUSAT INFORMASI DAN DISKUSI

    Selamat Datang di Virtual Study Dosenmuda.org

    Sunday 2 April 2017

    BAB 9 PANDANGAN ISLAM TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM KAITANNYA DENGAN LINGKUNGAN ALAM (M. TAUFIQ ABADI MM)

    BAB 9
    PANDANGAN ISLAM TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM KAITANNYA DENGAN LINGKUNGAN ALAM
    (M. TAUFIQ ABADI MM)
    Hasil gambar untuk CSR ISLAMI
    PENDAHULUAN

    Semenjak penemuan mesin uap oleh James Watt pada abad ke-18 membuat perkembangan bisnis yang semula banyak berkecimpung pada perdagangan dan pertanian (agraris) bergeser ke arah industrialis. Semenjak itu, banyak sekali dibangun pabrik-pabrik yang lambat laun teknologi yang digunakan bertambah canggih sehingga perekonomian seakan berpusat pada industri dan menghasilkan apa yang kita lihat saat ini. Eksploitasi sumber daya yang ada pun semakin mudah dan marak, tak ayal, gunung-gunung, lautan luas, hingga tanah bebatuan yang keraspun tak menjadi hambatan yang berarti dalam peng-eksploitasi-an tersebut, terutama eksploitasi sumber daya alam.
    Di samping itu, penggunaan dan pengolahan berbagai mesin dan sumber daya alam menjadi barang yang siap dipasarkan menimbulkan problema baru bagi manusia ataupun alam tersebut. Banyak daerah atau tempat yang banyak mengandung sumber daya seperti tanah ataupun laut dieksploitasi dengan tidak bijak, pengolahan yang begitu canggih menimbulkan kotoran-kotoran mesin ataupun sisa pengolahan berupa limbah yang tidak baik bila dibuang langsung ke alam tidak begitu diperhatikan. Wal hasil berbagai peraturan pun mulai diterapkan untuk menyelamatkan lingkungan dari kerusakan.  Namun tidak banyak memberikan perubahan disebabkan etika moral dari pelaku usaha yang buruk.
    Islam sesungguhnya telah mengatur rambu-rambu dalam melakukan suatu usaha ataupun bisnis, baik dalam aspek perdagangan, pertanian ataupun industri. Dalam pelaksanaan ibadah mahdloh pun terdapat berbagai aturan yang secara filosopis menunjukan etika dalam keseharian kita, termasuk di dalamnya dalam berbisnis dan menjaga lingkungan alam sekitar. Selain itu, tuntunan dari Nabi Muhammad SAW juga banyak menjelaskan akhlak kita terhadap lingkungan, baik tumbuhan atau hewan. Maka dari itu, sepatutnyalah bagi setiap orang yang mengaku beragama Islam menggali dan mengambil contoh serta memperaktikan dan mengamalkan apa-apa yang telah digariskan dalam Islam, baik yang tertera dalam al-Qur’an ataupun ajaran dan contoh dari Rasulullah SAW.
    Begitu halnya dalam menjalankan suatu usaha atau kegiatan ekonomi (produksi, distribusi dan konsumsi). Hendaknya mengambil dan mengamalkan etika yang telah ada dalam Islam itu tersendiri termasuk di dalamnya etika berbisnis dalam kitannya dengan tanggung jawab terhadap lingkungan alam sekitar.
    PEMBAHASAN
    A.    TUNTUNAN ISLAM MEMELIHARA LINGKUNGAN ALAM
    Dalam Islam, lingkungan merupakan hal yang harus diperhatikan. Kita diperintahkan untuk senantiasa memelihara lingkungan alam yang ada, hal ini sesungguhnya merupakan bagian dari tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Dalam menjalani kehidupan kita diperintahkan untuk selalu berperangai baik, baik kepada diri dan orang lain dan lingkungan sekitar. Rasulullah SAW bersabda:
    عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سعْدُ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ )حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَه وَالدَّارُقُطْنِي وَغَيْرُهُمَا(
    Artinya: “Dari Abu Sa'id, Sa'ad bin Malik bin Sinan Al Khudri"Janganlah engkau membahayakan dan saling merugikan".” (HR Ibnu Majah dan Daruqutni)
    Dalam hadits di atas, kita dilarang untuk berbuat sesuatu yang berbahaya dan merugikan, termasuk di dalamnya membuat kerusakan lingkungan. Kita sebgai khalifah di bumi ini harus memelihara bumi dan mengolahnya dengan semangat ibadah. Hal ini tersirat dalam firman Allah SWT:
    وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
    Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni'matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”[1]
    Dalam ayat di atas, Allah pertama-tama menyuruh kita untuk senantiasa mencari kebahagiaan akhirat, artinya kita tidak boleh melupakan perintah-Nya yang paling asasi, yakni beribadah kepadanya sebagaimana firmannya:
    وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
    Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (beribadah)kepada-Ku”[2]
    Setelah itu Allah melarang kita untuk melupakan bagian kita di dunia, ini menunjukkan bahwa kita harus aktif dalam mencari karunianya dengan bekerja dengan giat dan tidak bermalas-malas. Dalam redaksi ayat  tersebut menggunakan seruan larangan sehingga kita harus berusaha (berbisnis). Berusaha disini hendaknya usaha yang dapat membawa kebaikan bagi orang lain. Bila kita lihat kembali, setelah kita diperintahkan untuk beribadah, kita diperintahkan untuk mencari bagian dunia, hal ini menunjukan dalam setiap tindak tanduk kita hendaknya didasari oleh agama Allah dengan melakukan segalanya sesuai dengan perintah serta tuntunan agama dengan tidak merugikan orang lain.
    Selanjutnya Allah memperingatkan kita untuk tidak berbuat kerusakan dimuka bumi ini. Artinya dalam melakukan segala kegiatan kita hendaknya kita tidak merusak lingkungan alam. Hal ini karena bila kita merusak maka sangat mungkin menimbulkan kemudharatan bagi kita dan manuisa yang lainnya. Sehingga bertentangan dengan maksud potongan ayat sebelumnya yang memerintahkan kita untuk senantiasa melakukan usaha yang dapat memberikan kebaikan atau manfaat kepada orang lain.
    Di akhir ayat, Allah menegaskan bahwa Ia membenci orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka hendaknya kita mengingat ini semua bahwa dalam setiap usaha yang kita lakukan, hendaknya mendatangkan manfaat bagi orang lain dan tidak menimbulkan kerusakan.
    Jadi, dalam syari’at Islam, kita perintahkan untuk selalu menjaga dan memelihara etika dalam melaksanakan stiap kegiatan ibadah atau keduniaan, termasuk di dalamnya kegiatan bisnis. Sebagai contoh, bagi algojo yang akan mengeksekusi atau tukang jagal yang ingin menyembelih ternak, diperintahkan untuk melakukannya dengan baik:
    عَنْ أَبِي يَعْلَى شَدَّاد ابْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِنَّ اللهَ كَتَبَ اْلإِحْسَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ، فَإِذَا قَتَلْتُمْ فَأَحْسِنُوا الْقِتْلَةَ وَإِذَا ذَبَحْتُمْ فَأَحْسِنُوا الذِّبْحَةَ وَلْيُحِدَّ أَحَدُكُمْ شَفْرَتَهُ وَلْيُرِحْ ذَبِيْحَتَهُ . [رواه مسلم]
    Artinya: “Dari abu ya'la, Syaddad bin Aus" Sesungguhnya Allah mewajibkan berlaku baik pada segala hal, maka jika kamu membunuh hendaklah membunuh dengan cara yang baik dan jika kamu menyembelih maka sembelihlah dengan cara yang baik dan hendaklah menajamkan pisau dan menyenangkan hewan yang disembelihnya"” (HR. Muslim).
    B.     KEGIATAN EKONOMI DAN TANGGUNG JAWAB LINGKUNGAN ALAM
    Sebagai mana dijelaskan di atas, Islam selalu mendorong kita untuk senantiasa memlihara lingkungan alam dengan mengolahnya dengan bijak sehingga menghasilkan kebaikan bagi semuanya serta menghindari untuk berbuat kerusakan dan menjaga etika dalam bekerja. Setidaknya dalam melaksanakan kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup kita, baik itu sandang, papan ataupun pangan yang merupakan kebutuhan pokok manusia ataupun kebutuhan sekunder seperti mencapai hal-hal yang kita impikan atau inginkan yang direalisasikan dengan kegiatan ekonomi; produksi, distribusi, ataupun konsumsi haruslah tetap berdasarkan agama dengan menerapkan etika hidup yang luhur dengan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini.
    1.      Etika Dalam Produksi
    Eksplorasi nilai dan prinsip etika Islam dalam proses produksi berporos pada proses kerja yang mencerminkan amal saleh dan amanah untuk mewujudkan maslahah maksimum, profesionalisme dan pembelajaran sepanjang waktu untuk mencapai efisiensi.[3] Proses kerja yang dilandasi dengan semangat untuk mencapai out put yang sesuai dengan permintaan pasar sehingga dapat memperoleh laba yang diinginkan tanpa menghadapi masalah yang berat di saat produksi ataupun setelahnya, memang menjadi spirit tersendiri bagi setiap produsen. Namun tanggung jawab sosial baik secara vertikal maupun horizntal juga perlu ditumbuhkan. Proses produksi dengan menanamkan di dalamnya etika relijius, baik dalam memilih bahan, mengolah dan menjaga kualitasnya dari segala aspek bisa dikatakan sebagai bentuk tanggung jawab vertikal. Dengan memilih dan memilah bahan yang memang dibolehkan oleh agama, yakni dengan hanya menggunakan hal-hal yang dihalalkan dan menghindari hal-hal yang diharamkan merupakan wujud dari tanggung jawab ini. Proses mendapatkan barang produksi juga termasuk di dalamnya, jangan sampai bahannya halal tapi cara mendapatkannya yang haram. Itulah mengapa di dalam Islam dilarang membeli barang dari orang dusun yang tidak mengetahui harga pasar yang berlaku.
    Dalam hal produksi yang berupa pengambilan langsung dari alam, hendaknya menjaga keseimbangan alam, seperti tidak melakukan eksploitasi yang berlebihan. Hendaknya mengambil secukupnya dan sekedarnya, jangan sampai merusak dan mengancam keberlangsungan lingkungan alam seperti penggundulan hutan, perburuan berlebihan, penangkapan ikan dengan bom atau racun dan sebagainya. Sumber daya alam yang ada seyogyanya digunakan secara bersama-sama dan dicari (eksploitasi) secara benar dan jujur serta dijaga dengan sebaik-baiknya karena merupakan amanah dari Allah.[4] Maka dari itu tidak ada yang berhak menghancurkannya, dan siapa saja yang berbuat kerusakan atasnya, tentu akan mendapat siksa dari Allah.
    Dalam hal pengolahan pun juga haruslah memperhatikan tata cara yang baik dan bertanggung jawab. Dalam pengolahan suatu barang, hendaknya memperhatikan beberapa hal. Pertama, tempat pengolahan hendaknya tidak mengganggu lingkungan sekitar. Apabila dalam peroses pengolahan menimbulkan suara atau bau yang dapat mengganggu lingkungan, maka hendaknya tempat (pabrik) dibangun di tempta yang jauh dari pemukiman. Begitu juga bila memelihara hewan ternak, hendaknya kandang berada di tempat yang sekiranya tidak mengganggu lingkungan sekitar.
    Selian itu, seringkali pengolahan terutama pada bidang industri menghasilkan kotoran atau sisa-sisa yang tidak terpakai (limbah). Seyogyanya limbah dari suatu proses produksi tidak langsung dibuang ke lingkungan alam, apalagi membuangnya pada tempat dimana bergantung hajat hidup orang banyak seperti sungai, danau, dekat mata air, laut, sawah dan sebagainya. Bila terdapat limbah, alangkah baiknya untuk didaur agar bisa digunakan atau menetralisirnya sehingga tidak berbahaya bagi lingkungan. Hal ini untuk menghindari terjadinya pencemaran lingkungan. Bila terjadi pemcemaran lingkungan, maka pihak yang bersalah harus bertanggung jawab[5] dengan membersihkan limbah tersebut dan/atau menutup/mengalihkan pembuangan ke tempat yang jauh dan tidak mengganggu lingkungan seperti ke dasar laut dalam.
    Hal ini sesungguhnya juga demi kebaikan umat manusia sendiri, karena bila lingkungan tercemar,  maka yang akan menanggung rugi adalah manusia jua. Allah SWT berfirman:
    ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
    Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)”[6]
    2.      Etika Dalam Distribusi
    Dalam distribusi, implementasi pokok etika sosialnya berada pada jual beli yang mengarah pada kejujuran informasi dan timbangan yang diharapkan menghasilkan rasa saling meridho diantara penjual dan pembeli. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
    يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”[7]
    وَيَا قَوْمِ أَوْفُواْ الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلاَ تَبْخَسُواْ النَّاسَ أَشْيَاءهُمْ وَلاَ تَعْثَوْاْ فِي الأَرْضِ مُفْسِدِينَ
    Artinya: “Dan Syu'aib berkata: "Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan”[8]
    Dalam kaitannya dengan lingkungan alam lebih kepada pengadaan prasarana distribusi tersebut. Diantara hal yang sering menimbulkan masalah ialah lingkungan pasar. Kebanyakan pasar terutama pasar tradisional di negara kita masih “semberaut” dan kebersihannya tidak terjaga. Hal ini dapat menimbulkan gangguan kesehatan bagi penjual atau pembeli yang berkunjung ke pasar tersebut. Selain itu, bila pasar tersebut berada di dekat sungai maka para pelaku usaha di pasar tersebut membuang sampah ke sungai tersebut sehingga mengganggu ekosistem yang ada tersebut dan tentu mengganggu warga yang bergantung atau berada di sepanjang aliran sungai.
    Di sisi lain, pembangunan pusat perbelanjaan yang layak seringkali menempati tempat yang tidak semestinya. Sebagai contoh, pembangunan pusat perbelanjaan (mall/ruko) sering dibangun pada lahan yang produktif untuk penghasil/pengembangan pangan semisal sawah yang tanahnya subur.[9] Seyogyanya bila akan membangun pusat perbelanjaan hendaknya pada tempat atau lahan yang tidak produktif atau subur. Hal ini untuk mengantisipasi kelangkaan pangan di masa depan.
    3.      Etika Dalam Konsumsi
    Sebenarnya konsumsi tidak masuk ke dalam ranah bisnis, tapi karena prilaku konsumen dalam melakukan konsumsi ikut menjadi pertimbangan bagi pelaku bisnis lainnya (produsen &/distributor) maka penting juga untuk dubahas. Selain itu dampak yang ditimbulkan oleh konsumen terhadap lingkungan alam dewasa ini tidak dapat dipandang sebelah mata. Dalam realitanya banyak kita temukan pencemaran lingkungan juga dilakukan oleh konsumen. Pembuangan sampah secara sembarangan menjadi hal terbesar dalam pencemaran lingkungan oleh konsumen.
    Membuang sampah secara sembarangan berdampak serius pada lingkungan. Tidak adanya pemisahan sampah organik dan anorganik menyebabkan daur ulang atau penanganan sampah menjadi semakin rumit. Selain itu, kebanyakan sampah dewasa ini berupa bahan anorganik yang sulit terurai secara alami, kalaupun bisa memerlukan waktu yang panjang. Dampak lain dari membuang sampah sembarangan ialah terjadinya berbagai bencana dan menyeebarnya beberapa penyakit. Sampah-sampah yang dibuang ke suangai atau ke saluran air dapat menyumbat saluran sehingga ketika turun hujan saluran tersumbat yang selanjutnya menimbulkan banjir. Sampah-sampah anorganik juga menghambat peresapan air hujan secara langsung ke dalam tanah, air tertahan di atas sampah tersebut, semisal plastik, kaleng, ataupun yang lainnya. Genangan air pada sampah ini pada gilirannya menjadi media penyebaran penyakit seperti menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah.
    Oleh sebab itu perlu tindakan untuk mencegah atau mengurangi pencemaran tersebut. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk merealisasikannya. Pertama, perlunya menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kebersihan lingkungan. Kedua, bila ada sampah plastik, hendaknya di daur ulang, atau dibakar, atau mungkin dimanfaatkan kembali seperti membuat kerajinan tangn dari sampah atau menjadikannya media tanam untuk menanam sayuran rumahan seperti bayam, cabai dan lainnya.
    Selanjutnya bagi pihak produsen hendaknya menggunakan plastik yang lebih mudah terurai atau dapt didaur ulang. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan, salah satunya AlfaMart yang menyediakan plastik yang mudah hancur atau terurai.
    berlaku adil dan jujur serta membangun dan memilih sarana dan prasarana dengan bijaksana.
    DAFTAR PUSTAKA
    Al-Qur’an dan Terjemahannya

    Budi Setyanto, dkk, Etika Bisnis Islam, Jakarta:Gramata Publishing, 2011

    M. Umer Capra, Islam dan Tatanan Ekonomi, terj.Ikhwan Abidin B., Jakarta: Gema Insani Press, 2000

    Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, terj.Muhammad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004





    [1] Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surat Al-Qashash {28}  Ayat ke-77
    [2] QS. Adz-Dzariyaat {51}:56
    [3] Budi Setyanto, dkk, Etika Bisnis Islam, (Jakarta:Gramata Publishing, 2011) hal.82
    [4] M. Umer Capra, Islam dan Tatanan Ekonomi, terj.Ikhwan Abidin B., (Jakarta: Gema Insani Press, 2000) hlm.209
    [5] Rafik Issa Beekum, Etika Bisnis Islami, terj.Muhammad, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004) hlm.87
    [6] QS. Ar-Ruum {30}: 41
    [7] QS. An-Nisaa {4}: 29
    [8] QS. Huud {11}: 85
    [9] Sebagai contoh, pada saat ini (2014) di daerah Narmada akan dibangun pusat perbelanjaan (mall), mungkin ini baik bagi perkembangan wisata, namun sayangnya pembangunan tersebut dilakukan pada lahan yang produktif/subur


    No comments:

    Post a Comment

    Tentang Dosenmuda.org

    Tentang Kami Bantuan Karir Kontak Kami

    Penghasilan tambahan

    Anda bisa mengajar secara online atau offline (datang ke rumah mahasiswa) dan raih penghasilan jutaan rupiah.

    Ikuti Kami Di

    Dosenmuda.org menyediakan kursus-kursus berkualitas (Massive Open Online Courses) yang dibawakan oleh para instruktur terbaik bangsa di platform berbasis online yang dapat diakses secara GRATIS sampai ke seluruh pelosok Indonesia.