BAB 12
PERAN LEMBAGA HISBAH DALAM SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM
(M. Taufiq Abadi MM)
A. Pengertian hisbah
Hisbah berasal dari bahasa Arab, berakar kata ha-sa-bayang
mempunyai makna cukup bervariasi, seperti memperhitungkan, menaksir, mengkalkulasi,memikirkan,opini,pandangan
dan lain-lain.
Secara harfiyah (etimologi) hisbah berarti melakukan suatu tugasdengan penuh perhitungan.[1]
Sedangkan
Dr.Jaribah mendefinisikan hisbah secara etimologi berkisar pada memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar ma’ruf nahi mungkar).[2]Makna
terminology adalah memerintahkan kebaikan apabila ada yang meninggalkannya dan
melarang kemungkaran apabila ada yang mengerjakannya.[3]
Konsep hisbah diatas
mengulas agar bisa mencakup semua anggota masyarakat yang mampu memerintahkan
kebaikan dan mencegah kemungkaran. Sebagaimana ruang lingkup
hisbah mencakup sisi kehidupan termasuk bidang ekonomi.
Hisbah adalah
sebuah institusi keagamaan di bawah kendali pemerintahan yang mengawasi
masyarakat agar menjalankan kewajibannya dengan baik,ketika masyarakat mulai untuk
mengacuhkannya dan melarang masyarakat melakukan hal yang salah, saat
masyarakat mulai terbiasa dengan kesalahan itu. Tujuan umumnya adalah untuk
menjaga lingkungan masyarakat dari kerusakan, menjaga dan memastikan kesejahteraan
masyarakat baik dalam hal keagamaan ataupun tingkah laku sehari-hari sesuai
dengan hukum Allah.
Hisbah dapat diartikan juga sebagai lembaga yang fungsi
pokoknya adalah menghimbau agar masyarakat melakukan kebaikan dan menjauhi
kemungkaran.Namun demikian wilayah fungsi kontrol ini tidak sebatas bidang
agama dan moral.Tetapi menurut Muhammad al-Mubarak melebar ke wilayah
ekonomi dan secara umum bertalian dengan kehidupan kolektif atau publik untuk
mencapai keadilan dan kebenaran menurut prinsip Islam dan dikembangkan menjadi
kebiasaan umum pada satu waktu dan tempat. [4].
1. Landasan Hukum
a. Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 104:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf*, dan
mencegah dari yang mungkar;mereka itulah orang-orang yang beruntung”
b. Al-Qur’an Surat An-Nahl :90
“Sesungguhnya
Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.Dia memberi pengajaran kepadamu agar
kamu dapat mengambil pelajaran.”
c. Nabi Muhammad SAW bersabada:
“Barang
siapa yang melihat kemungkaran, maka rubahlah dengan tangannya. Jika ia tidak
bisa, maka rubahlah dengan mulutnya. Jika ia tidak bisa juga, maka dengan hatinya,
dan itu adalah selemah-lemahnya iman.”
d. Di Indonesia
dalam kaitan dengan masalah pengawasan di bidang ekonomi (bisnis), apabila
mengacu pada perundangan yang berlaku, antara lain diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. [5] Selanjutnya juga dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Fungsi pengawasan yang diatur dalam kedua undang-undang ini
menitikberatkan pada masalah pengawasan dalam bidang usaha (bisnis) dengan
maksud agar kepentingan masyarakat, terutama konsumen, bisa terlindungi. Dengan
demikian dilihat dari fungsi pokok yang dibebankan, secara substansial sama
dengan fungsi pengawasan dalam institusi hisbah dalam Islam.
2. Tugas lembaga hisbah
Adapun tugas
lembaga hisbah adalah :
a. Pengawasan terhadap kecukupan (stok) barang dan jasa di pasar.
Al-Hisbah
melalui muhtashibnya harus selalu mengontrol ketersediaan barang dan jasa yang
dibutuhkan masyarakat, misalnya kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, jasa
kesehatan, jasa pendidikan, dan lain-lain).
b. Pengawasan terhadap industri.
Dalam industri
ini tugas muhtashib adalah pengawasan standar produk, ia juga mempunyai
otoritas untuk menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan yang terbukti merugikan
masyarakat atau negara.
c. Pengawasan atas perdagangan.
Muhtashib
harus mengevaluasi pasar secara umum dan berbagai praktek dagang yang
berbeda-beda secara khusus. Ia harus mengawasi timbangan dan ukuran, kualitas
produk, menjamin pedagang dan agennya tidak melakukan kecurangan dan praktik
yang merugikan konsumen.
d. Perencanaan dan Pengawasan Kota dan Pasar.
Muhtashib
berfungsi sebagai pejabat kota untuk menjamin pembangunan rumah atau toko-toko
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum, sehingga memberikan keamanan bagi
publik.
e. Pengawasan terhadap keseluruhan pasar.
Muhtashib
harus menjamin segala bentuk kebutuhan agar persaingan di pasar dapat berjalan
dengan sehat dan islami, misalnya menyediakan informasi yang transparan bagi
para pelaku pasar, menghapus berbagai retriksi untuk keluar dan masuk pasar,
termasuk membongkar berbagai praktek penimbunan (ikhtikar).
3. Tujuan Lembaga Hisbah
Hisbah
dalam kegiatan ekonomi mempunyai beberapa tujuan. Pengawasan pasar merupakan
tugas pertama seorang Muhtasib (pengawas) pada masa permulaan Islam. Untuk itu
pembahasan ini dibagi menjadi dua, yaitu;
a. Tujuan-tujuan hisbah terhadap kegiatan ekonomi
Tujuan
hisbah dalam kegiatan ekonomi adalah untuk mewujudkan tujuan-tujuan berikut:[6]
1) Memastikan dijalankannya aturan-aturan kegiatan ekonomi
Peran
pengawasan dari luar untuk mencegah orang-orang yang lalai untuk menjaga
aturan-aturan kegiatan ekonomi. Aturan terpentingnya adalah:
a) Disyariatkannya kegiatan ekonomi
Aturan terpenting kegiatan
ekonomi dalam islam adalah bahwa kegiatan ekonomi tersebut
disyariatkan.Senantiasa terhindar dari maisir,gharar,dan riba.
b) Menyempurnakan pekerjaan
c) Melawan penipuan
Penipuan
merupakan satu tindakan buruk yang dapat menyebabkan bahaya besar tehadap umat
dan juga kegiatan ekonominya.Dimana penipuan mempunyai akibat bagi
kesejahteraan konsumen,dan juga pertumbuhan ekonominya. Bentuk –
bentuk penipuan ini dapat berupa :[7]
(1) Kualitas
(2) Kuantitas
(3) Harga
(4) Waktu
penyerahan barang/jasa
d) Tidak membahayakan orang lain
2) Mewujudkan keamanan dan ketentraman
Keamanan dan
ketrentraman merupakan menciptakan iklim investasi yang sesuai, dan mewujudkan
pertumbuhan ekonomi.
3) Mengawasi keadaan rakyat
Menurut Umar
bin Khattab tujuan hisbah adalah berjalan pada malam dan siang hari untuk
mengetahui keadaan rakyat, mengetahui kebutuhan-kebutuhan mereka, dan menyantuni
orang-orang yang membutuhkan.[8]
4) Melarang orang membuat aliran air tanpa adanya kebutuhan
Islam
memerintahkan agar setiap orang berusaha mewujudkan ketercukupan untuknya dan
ketercukupan untuk orang yang berada dalam tanggungannya dan tidak
memperbolehkan orang yang mampu menjadi beban orang lain.[9]
5) Menjaga kepentingan umum
Kepentingan
umum adalah kemaslahatan bagi umat, dimana umat tidak bisa terpisah dari
kepentingan tersebut. Maka harus ada pengawasan terhadap kepentingan umum
tersebut untuk menjaga dan melindunginya dari orang yang berbuat sia-sia.[10]
6) Mengatur transaksi di pasar
Pengawasan
pasar dan mengatur persaingan di dalamnya yaitu dengan memerangi transaksi yang
merusak persaingan tersebut.
b. Tujuan hisbah terhadap Pasar
Pasar
mempunyai peran yang besar dalam ekonomi. Pasar adalah tempat yang mempunyai
aturan yang disisipkan untuk tukar menukar hak milik dan menukar barang antara
produsen dan konsumen.
Tujuan
terpenting dari pengawasan pasar dan aturan transaksi di dalamnya yaitu [11]:
1) Kebebasan keluar masuk pasar
Kebebasan
transaksi dan adanya persaingan yang sempurna di pasar Islam tidak terwujud
selama halangan-halangan tidak dihilangkan dari orang-orang yang melakukan
transaksi di pasar. Maka mereka masuk pasar dan keluar dengan bebas,juga di
berikan kebebasan mengangkut barang dari satu tempat ke tempat lain dan
memindahkan unsur produksi diantara bermacam – macam kegiatan ekonomi sesuai
fluktuasi persediaan dan permintaan barang.
2) Mengatur promosi dan propaganda
Tujuan
pengawasan pasar adalah menunjukkan para pedagang tentang cara-cara promosi dan
propaganda yang menyebabkan lakunya dagangan mereka. Dengan syarat dalam
masyarakat Islam berdiri atas dasar kejujuran dan amanat dalam semua cara yang
diperbolehkan untuk memperluas area pasar di depan barang yang siap dijual.
3) Larangan menimbun barang
Penimbunan
barang adalah halangan terbesar dalam pengaturan persaingan dalam pasar Islam.
Para pelaku monopoli mempermainkan barang yang dibutuhkan oleh umat dan
manfaatkan hartanya untuk membeli barang, kemudian menahannya sambil menunggu
naiknya harga barang itu tanpa memikirkan penderitaan umat karenanya perilaku
ini dilarang oleh Islam.
Monopoli
identik dengan penimbunan.Pembahasan monopoli muncul sebagai akibat dari
masalah pemberian harga karena persaingan tidak sempurna. Prinsipnya adalah
seseorang tidak boleh menimbun hanya karena ingin memperoleh harga yang lebih tinggi
dan menyengsarakan atau member dampak negative bagi orang lain.Dan praktek
monopoli ini justru akan membunuh mekanisme kebebasan pasar.[12]
Dengan
menahan dan menyembunyikan, sesungguhnya, menyebabkan seseorang menjadi lebih
miskin dalam arti yang sebenarnya. Sebab dengan demikian miliknya tidak dapat
digunakan orang lain di masa kekurangan. Sebagai upaya akhir sesungguhnya
Negara Islam mempunyai wewenang untuk mencabut hak milik perusahaan spekulatif
dan anti sosial dalam melakukan penimbunan. Tindakan tegas ini untuk mencegah
kenaikan harga yang tidak semestinya.
4) Mengatur perantara perdagangan
5) Pengawasan harga
Sangat
harmonis kehidupan ekonomi yang diatur secara Islami, bila diterapkan dengan
disiplin. Tidak akan pernah ada praktek-praktek yang tidak sehat dalam bisnis
karena sejak Rasulullah SAW telah melarangnya.Beliau tidak menganjurkan campur
tangan apapun dalam proses penentuan harga oleh Negara ataupun individual,
apalagi bila penentuan harga ditempuh dengan cara merusak perdagangan
yang fair antara lain melalui penimbunan barang.[13]
Negara
disini adalah membiarkan pasar secara bebas sesuai faktor-faktor alamiah tanpa
campur tangan pihaknya yang memaksakan orang untuk menjual dengan harga yang
tidak mereka setujui atau untuk membeli dengan harga yang tidak mereka
terima.Sehingga sangat sejajar dengan pendapat Ibnu taimiyah tentang mekanisme
pasarnya bahwa harga di tentukan berdasarkan tingkat demand dan suplly secara
alami.[14] Namun
tidak sekaligus melepaskan peran lembaga hisbah sebagai bentuk pengawasanya
sampai tidak ada pihak yang terdzolimi.
6) Pengawasan barang yang diimpor
Pada masa
Umar bin Khattab telah menunjuk para pengawas pasar. Diantara tugasnya adalah
mengawasi barang yang diimpor dan mengambil Usyur (pajak 10%) dari barang
tersebut dengan tingkatan yang berbeda sesuai pentingnya barang tersebut dan
kebutuhan umat Islam kepadanya.[15]
Tujuan dibalik hisbah tidak hanya memungkinkan pasar
dapat beroperasi secara bebas sehingga harga, upah dan laba dapat ditentukan
oleh kekuatan permintaan dan penawaran melainkan juga untuk menjamin bahwa
semua agen ekonomi dapat memenuhi tugasnya antara satu sama lain dan mematuhi
ketentuan syariat.[16]
B. Peran Lembaga Hisbah dalam
Perekonomian( Bisnis ) Islam
Dalam sejarah perekonomian Islam,
terdapat suatu lembaga yang dinamakan hisbah, yang tugasnya adalah memantau,
mengawasi praktik-praktik kegiatan perekonomian yang tidak sesuai dengan kaidah
al-Qur’an dan Hadist. Lembaga ini dapat membimbing jalannya kehidupan
masyarakat kearah sesuai dengan al-Qur’an dan Hadist. Sehingga masalah
kemiskinan dapat terpecahkan. Memang masalah kemiskinan adalah
karena tidak dilakukannya kegiatan perekonomian sebagaimana yang
diatur dalam al-Qur’an dan Hadist.Hisbah mempunyai peran
yang sangat penting dalam Ekonomi(bisnis), yaitu:
1. Standarisasi Mutu yang cukup tinggi
Masyarakat khususnya kaum pedagang
harus menyediakan barang terbaiknya karena hisbah juga mengatur tentang
mutu barang yang ada di masyarakat. Ketika ada penipuan atau kecurangan mutu
barang yang dilakukan oleh produsen dan mendzalimi konsumen, maka petugas
hisbah siap bertindak. Kualitas barang harus sesuai dengan harga yang
di tetapkan produsen dan yang dijanjikan oleh produsen kepada konsumen.
Produsen pun tidak bisa menjiplak karya produsen lain, karena dengan adanya
peniruan dalam karya produksi akan menyebabkan kerugian baik bagi produsen yang
punya hak cipta atau bagi masyarakat pengguna. Dan jelas, penjiplakan yang
mendzolimi dilarang dalam Islam.
2. Regulasi perdagangan lebih teratur
Lembaga Hisbah mempunyai pengawas yang siap
mengawasi setiap kezaliman dalam perdagangan, maka masyarakat akan cenderung
hati-hati dalam berdagang. Apalagi ada dasar Al-Qur’an dan ketakutan yang
tinggi pada Allah menjadikan masyarakat lebih jujur dalam berdagang, lebih
jujur dalam menyediakan supply barang, tidak ada lagi penimbunan barang yang
membuat peningkatan harga di masyarakat. Dengan
adanya regulasi ini system perdagangan lebih terkendali.
3. Terhindarnya ekonomi biaya tinggi
Dengan regulasi yang teratur juga akan menyebabkan biaya yang
tercipta rendah karena tidak ada uang pungutan liar sana-sini yang biasa
di pungut oleh pihak birokrat ataupun orang-orang yang ingin mengambil
keuntungan diatas penderitaan orang lain.
4. Harga yang
terbentuk di masyarakat
Dengan
adanya lembaga Hisbah ini harga yang terbentuk di masyarakat lebih stabil
karena senantiasa ada pengawasan.Bila harga terlalu tinggi maka dapat diatur khususnya
kebutuhan bahan pokok. Hisbah
akan melindungi masyarakat
dari harga yang mencekik yang umumnya di lakukan oleh perusahaan yang bermain
secara monopoli.
5. Kesejahteraan Masyarakat akan lebih merata
Ketika barang yang dibutuhkan masyarakat hadir secara
cukup dengan harga yang layak, akan membuat masyarakat jauh dari kemiskinan dan
dekat dengan kesejahteraan. Pendapatan dan kepemilikan barang akan cenderung
merata atau distribusi merata. Sehingga gap atau kecemburuan sosial dapat di
cegah.
6. Kecerdasan masyarakat dalam Ekonomi
Yang berperan di Hisbah tidak hanya petugas hisbah
saja, namun juga masyarakat umum. Karena pengaduan akan kedzoliman bisa saja di
lakukan oleh masyarakat umum. Secara tidak langsung, masyarakat di buat untuk
lebih punya pemahaman dalam hal ekonomi dan bisnis, agar tidak mudah untuk di
dzolimi dan agar bisa membantu anggota masyarakat lain yang sedang terdzolimi.
C. Kewenangan Lembaga Hisbah
Dalam Mengatur Bisnis
Sebagaimana
di kutip dari Dr,Jaribah dalam Fikih Ekonomi Umar Bin Khattab bahwa Hisbah
merupakan cara pengawasan terpenting yang dikenal Islam pada masa permulaan
Islam yang menyempurnakan pengawasan pribadi yang mempunyai kelemahan,untuk itu
datanglah fungsi pengawas yang juga mengawasi tentang moral dan ekonomi.Lembaga
ini memerintahkan kebaikan dan mencegah kemunkaran. Semua yang diperintahkan
dan dilarang oleh syara’ adalah tugas muhtasib (petugas Hisbah) untuk mengawasi
terlaksana atau tidak di dalam masyarakat. Ia memasuki hampir seluruh sendi
kehidupan masyarakat. Kewajibannya tidak terbatas dalam hal perintah memakai
jilbab, perintah melaksanakan orang yang lalai shalat jum’at, melarang berbuat
maksiat dan kemungkaran, tetapi juga dalam bidang ekonomi, seperti mengawasi
praktik jual beli dari riba, gharar, serta kecurangan, mengawasi standar
timbangan dan ukuran yang biasa digunakan, memastikan tidak ada penimbunan
barang yang merugikan masyarakat, mengawasi makanan halal, juga aspek social
budaya, melarang kegiatan hiburan yang bertentangan dengan Islam, memberantas
judi, minuman keras, dan lain-lain.
Menurut
Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga
hal yaitu[17] :
1. Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau
timbangan,
2. Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti
pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah
kadarluarsa
3. Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang
berhutang mampu membayarnya.
D. Tugas Muhtasib
Hisbah adalah sebuah institusi yang menjaga amar
makruf dan menjauhi kemungkaran. Hisbah dalam cakupan yang luas, mengatur
segala jenis hal dalam kehidupan kemasyarakatan. Termasuk ekonomi di dalamnya.
Ketika Hisbah berdiri tegak dengan perangkat-perangkatnya, maka Ekonomi dapat
berjalan dengan lancar dan sesuai dengan syariatNya.
Subyek
pelaku, dalam hal ini pejabat yang bertanggungjawab atas lembaga hisbah ini
disebut Muhtasib. Seorang Muhtasib adalah orang yang diangkat oleh penguasa
atau wakilnya untuk memonitor urusan rakyat, melihat kondisi mereka dan melindung
kemaslahatannya.[18] Hisbah
berada dibawah tuntunan muhtasib yang bertanggungjawab “memelihara moralitas
public dan etika ekonomi”.[19] Persyaratan
seorang Muhtasib harus memiliki integritas moral yang tinggi dan kompeten dalam
masalah hukum, pasar dan urusan industrial. Pejabat Hisbah punya standarisasi
dan orang-orang terpilihlah yang akan menjalankan tugas sebagai petugas Hisbah.
Tugas
menjadi Muhtasib adalah tugas yang berat. Tugas dimana segala sesuatu harus
dijalankan dengan komprehensif. Muhtasib haruslah orang yang paham dalam
kehidupan sosial terutama perdagangan atau perekonomian.
Tugas
seorang muhtasib dapat dibedakan sebagai berikut[20] :
1. Berhubungan dengan Hak – hak Allah.
Mencegah tindak kemungkaran
dalam muamalah, seperti riba, jual beli yang batil, penipuan dalam jual beli,
kecurangan dalam harga, timbangan serta takaran.
2. Berhubungan dengan Hak-hak manusia
Mencegah
tindakan menunda-nunda dalam menunaikan hak dan utang.
3. Berhubungan dengan layanan public.
a.
Menekankan pemilik hewan ternak untuk memberikan makan, dan tidak
memanfaatkannya untuk pekerjaan yang tidak kuat
b. Mengawasi transaksi pasar, jalan-jalan umum dan penarikan pajak.
c. Memuliakan produsen sehingga produknya bisa bersaing.
Diantara
tujuan muhtasib (pengawas) adalah berusaha mewujudkan keamanan dan ketentraman
serta memberantas segala tanda-tanda kerusakan keduanya. [21] Derajat
Pengukuran Hisbah; ada 10 (sepuluh) tingkatan tindakan Muhtasib menurut Imam
Abu Hamid Al Ghazali yang harus dilakukan dengan benar dan penuh kesungguhan,
yaitu:
1. Mencari tahu tentang kemungkaran tanpa harus memata-matai atau memaksa
orang untuk memberi informasi.
2. Menasihati orang yang berbuat kedzaliman tersebut sebelum memberi hukuman.
3. Melarang dan menasihati dengan kata-kata.
4. Menggiatkan untuk takut yang sebenarnya pada Allah SWT.
5. Mengingatkan dengan keras ketika kata-kata lembut sudah tidak mempan.
6. Usahakan untuk membuat kemungkaran di jauhi secara fisik.
7. Mewaspadai hal-hal yang mungkin akan buruk di masa yang bentar lagi datang,
apalagi jika si pembuat kemungkaran belum sadar.
8. Menjatuhi Hukuman Fisik tanpa menggunakan senjata untuk menghindari
kerusakan atau darah tertumpah.
9. Untuk memaksa regulasi, bisa lewat bantuan polisi juga untuk menuntut si
pelaku kemungkaran dalam sistem konvensional ketika perangkat-perangkat sudah
tegak dalam penerapan Hisbah, maka Hisbah akan sangat berperan dalam
hal ekonomi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Lembaga hisbah dijalankan untuk memastikan bahwa
transaksi-transaksi yang ada di pasar tidak menyimpang dari nilai-nilai ajaran
Islam dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Lembaga hisbah memiliki wewenang untuk
memperingatkan, dan memberikan sanksi administratif terhadap pelaku ekonomi
yang melakukan praktek-praktek yang di dapat. Pada masa khalifah Umar Ibn
Khattab, peran pengawasan terhadap pasar dilakukan dengan melakukan
inspeksi-inspeksi ke dalam pasar. Mengawasi praktek-praktek yang dapat
menyebabkan distorsi pasar, dan juga memberikan sanksi terhadap pelaku pasar
yang menyimpang dan membuat kekacauan kondisi pasar.
Pengawasan-pengawasan yang dilakukan untuk memastikan
berjalannya ketentuan-ketentuan antara lain:
1. Kebebasan
masuk dan keluar pasar,
2. Mengatur
promosi dan propaganda,
3. Larangan
penimbunan barang,
4. Mengatur
perantara perdagangan,
5. Pengawasan
terhadap harga.
6. Pengawasan terhadap barang impor
Menurut
Al-Mawardi kewenangan lembaga hisbah ini tertuju kepada tiga
hal yaitu :
1. Dakwaan yang terkait dengan kecurangan dan pengurangan takaran atau
timbangan.
2. Dakwaan yang terkait dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti
pengurangan takaran dan timbangan pasar, menjual bahan makanan yang sudah
kadarluarsa
3. Dakwaan yang terkait dengan penundaan pembayaran hutang padahal pihak yang
berhutang mampu membayarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Karim,Adiwarman A. Ekonomi Islam, suatu kajian
kontemporer, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2001)
Chapra. M.
Umer, Masa Depan Ilmu Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam,
(Jakarta: Gema Insani, 2001)
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih
Ekonomi Umar bin al-Khattab, terj. Asmuni Zamakhsyari. Solihan, (Jakarta:
Khalifa, 2006)
Muhammad.Etika Bisnis
Islami.Yogyakarta:UPP-AMP YKPN.2004
Karim Adiwarman A., Ekonomi Mikro islami;
edisi ketiga,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007)
Karim Adiwarman A.Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam:edisi ketiga, (Jakarta:PT.Raja
Grafindo Persada,2010)
Ibrahim Abu
Sinn, Ahmad.Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan kontemporer.(Jakarta:Raja
Grafindo Persada.2006)
[2] Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 587
[6] Jaribah bin
Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin al-Khattab, ter.
Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006) hal. 591
[7] Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Mikro islami; edisi ketiga,(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hal. 203
[8]Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin
al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006)
hal. 596
[13] Adiwarman A. Karim, Ekonomi
Islam, suatu kajian kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),
hal. 154
[14] Adiwarman A. Karim,Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam:edisi ketiga,
(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2010), hal 364
[15]Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi Umar bin
al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa, 2006)
hal. 618
[16] M. Umer Chapra, Masa depan
Ilmu Ekonomi, sebuah tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
hal. 64
[18] M. Umer Chapra, Masadepan
Ilmu Ekonomi, sebuah tinjauan Islam, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
hal. 64
[20] Dr.Ahmad
Ibrahim Abu Sinn.Manajemen Syariah:sebuah kajian historis dan kontemporer.(Jakarta:Raja
Grafindo Persada.2006)hal 199
[21] Jaribah bin Ahmad al-Haritsi, Fikih Ekonomi
Umar bin al-Khattab, ter. Asmuni Solihan Zamakhsyari, (Jakarta: Khalifa,
2006) hal. 595
No comments:
Post a Comment